Ratih, seorang akhwat muda berusia 23 tahun, dengan langkah gontai menembus kerumunan para pendemo yang masih terus mondar-mandir kesana kemari dengan ramai. Sejak tadi malam, kondisi badan Ratih memang sedang kurang fit, namun demi perjuangan menentang penyerangan Israel ke Palestina, ia pun memaksakan diri untuk mengikuti aksi siang ini. Berbeda dengan hari kemarin yang terus menerus dirundung hujan, Kota Jakarta hari ini benar-benar terbasuh dengan terik mentari yang begitu dahsyat. Akibat perubahan cuaca yang begitu ekstrim ini, dapat dipastikan kondisi tubuh Ratih kian bertambah parah. Untuk mengistirahatkan diri, ia pun terduduk sejenak di pinggiran trotoar di sekitar daerah Monas itu. Tas punggung yang hanya berisi barang seadanya itu, ia sampirkan di sampingnya.
Ratih Wulandari adalah seorang mahasiswi tingkat akhir Universitas Indonesia
Jurusan Ilmu Komunikasi. Bila tak ada kendala berarti, beberapa bulan lagi ia
akan mulai mengerjakan skripsinya yang berbicara tentang kemiskinan rakyat
ibukota. Ia adalah anak tunggal dari 3 bersaudara. Ayah dan ibunya adalah
seorang yang taat beragama, tak heran Ratih dan adik-adiknya sejak kecil telah
diberi bekal yang cukup soal agama. Hari ini ia memakai setelan jubah berwarna
abu-abu dan rok hitam yang memanjang hingga ke mata kakinya yang terbungkus
kaus kaki berwarna krem yang agak transparan. Tak ketinggalan sebuah jilbab
putih yang lebar melingkari lehernya yang mungil. Wajahnya bulat, kulitnya
kuning langsat, bola matanya hitam tajam. Tampak begitu manis walaupun dengan
mimik yang lesu seperti itu. Hidungnya yang sedikit mancung nampak begitu
mempesona. Sesaat ia mengeluarkan lidahnya dan menjilati bibir bawahnya, ia
tampak kehausan.
Tanpa ia sadari, seorang lelaki bertubuh gempal telah mengawasinya sejak awal
aksi tadi. Lenggak-lenggok tubuh Ratih di balik balutan busana muslimahnya
telah mampu membuat darah muda lelaki berusia 50 tahunan itu menggelegak. Usman
namanya. Ia bukanlah seorang anggota PKS seperti Ratih dan kawan-kawan peserta
demo lainnya. Ia hanya seorang pengangguran yang sering ikut-ikutan demo seperti
itu hanya untuk mendapatkan segelas aqua dan sepaket nasi bungkus. Namun kali
ini, kemolekan body akhwat Partai Keadilan Sejahtera yang memang aduhai ini,
ditambah dengan wajahnya yang mempesona, membuat rasa haus dan lapar Usman
hilang seketika. Berkali-kali ia meneguk liurnya sendiri memandang Ratih dari
belakang.
Perlahan ia mendekati Ratih dan menyapanya, „Kenapa Neng, tampangnya pucat
begitu? Mau diambilkan air?“
„Eemmm, tak usah Pak. Nanti biar saya cari minum sendiri“ jawab Ratih
sekenanya.
“Nggak apa-apa Neng, sebentar ya” Secepat kilat Usman si pria tua itu telah
kembali dari tempat pembagian air minum. Ia membawa dua botol Aqua sekaligus,
satu untuk dirinya dan satSerasa tak ada waktu lagi, dengan buasnya Pak Usman
melumat bibir suci nan menawan milik seorang mahasiswi Universitas Indonesia
itu. Ratih Wulandari, sang akhwat rupawan, kini sedang berpacu dengan gairah
dan birahinya sendiri. Campuran dari obat perangsang yang diminumkan saat
berdemonstrasi tadi dan jamahan yang terus dilakukan Pak Usman membuat
jantungnya berdenyut begitu cepat. Ia seperti lupa seluruh ilmu yang telah
diterimanya waktu Liqo’ di Masjid UI semasa kuliah. Padahal dalam setiap
kesempatan, Kak Nurul, murabbi Ratih, tak pernah lupa mengingatkan mad’u-nya
untuk selalu menjaga aurat di hadapan lelaki yang bukan mahrom. Tapi kini Ratih
tampak malah meminta auratnya sendiri untuk dijamah oleh lelaki bejat seperti
Pak Usman yang sedari tadi telah menanggalkan pakaiannya.
Ratih Wulandari
Ratih meletakkan tangannya di punggung Pak Usman. Dielus-elusnya punggung
lelaki tua yang telah mengundang birahi jalangnya untuk keluar itu. Pak Usman
pun makin panas merasakan elusan sang akhwat idaman itu di bagian tubuhnya yang
cukup sensitive. Namun ia tak mau kehilangan tempo, ia akan berusaha memancing
gairah Ratih agar ia bertingkah lebih binal lagi. Ia ingin Ratih tak hanya
menyerahkan keperawanannya namun juga bisa merasakan puncak kenikmatan dunia
darinya, siapa tahu nanti Ratih menjadi ketagihan dan mau menjadi pemuas nafsu
seksual dirinya yang sewaktu-waktu bisa meledak.
“Sebentar ya Neng,” Pak Usman dengan nekat memasukkan tangannya yang hitam
legam ke balik jilbab panjang Ratih, sang muslimah. Ternyata di balik jilbabnya
yang lebar itu, Ratih memakai terusan yang mempunyai kancing di bagian atas.
Tangan Pak Usman pun langsung bergerilya di daerah itu. Payudara Ratih yang
besar dan sensitive itu diremasnya dari balik baju terusannya. Ratih pun
mendesah ringan sebelum merelakan kancing bajunya terlepas dan tubuhnya resmi
dimasuki oleh tangan nakal Pak Usman.
“Pakk, ohhh, geli pak” begitulah erangan Ratih ketika Pak Usman mulai intens
meremas-remas payudara akhwat muda yang begitu ranum itu. Segaris senyum
menempel di bibir mesum Pak Usman ketika Ratih menekan kepalanya begitu kencang
ke arah payudaranya sendiri. “Ufhhh, ampunn Pak …. !!”
Tanpa pikir panjang lagi, Pak Usman langsung memasukkan kepalanya ke balik
jilbab putih Ratih. Disingkapnya pakaian terusan Ratih, kemudian dengan
perlahan ia mengeluarkan payudara Ratih yang telah begitu membuncah dari bra
krem yang masih menempel di tubuhnya. “Neng, toketnya ca’em banget … warnanya
pink, lagi tegang gitu, ukurannya berapa sih?” Ledek Pak Usman sambil terus
meremas-remas dan memainkan putting payudara Ratih.
Ucapan kotor Pak Usman semakin membangkitkan birahinya. Satu persatu pertahanan
keimanannya telah runtuh. Mimik wajahnya yang biasanya penuh keanggunan kini
perlahan berubah menjadi begitu erotis dan merangsang. “Iya pak, ukurannya 36 …
ohhh, enak pak diremes gitu”
“Ohh, neng aktivis suka yah? Kenapa gak bilang tadi waktu di monas, kan bisa
sekalian bapak entot di sana?” Jawab Pak Usman makin berani.
“Apa pak? Entot ?? ahh …” Ratih lemas begitu Pak Usman mengucapkan kata-kata
kotor itu. Ia sadar kalau dirinya sudah di ambang birahi, dan Pak Usman pun
sudah tidak tahan untuk melepaskan gairahnya. Ia pun memperbaiki posisi
berbaringnya agar Pak Usman bisa lebih mudah menyetubuhi dirinya. Ia telah
benar-benar kehilangan akal sehatnya.
Merasakan geliat tubuh indah yang ada dalam dekapannya, Pak Usman pun ikut
bergeser hingga wajahnya tepat berada di atas payudara Ratih. “Liat deh Neng,
toketnya dah penuh neh, Bapak kurangin sedikit yah susunya …” Ujar Pak Usman
sambil menyibak sedikit jilbab lebar Ratih hingga ia bisa melihat payudaranya
sendiri.
“Ahh Pak …” Ratih pun mendesah ketika bibir Pak Usman mulai menyentuh putting
payudaranya. Seketika selembar lidah nan panas dan kasar menjulur keluar dan
menggerayangi payudara Ratih yang begitu mulus, belum terjamah seorang pun.
Ratih pun langsung menggeleng-gelengkan kepalanya menahan desakan birahi yang
begitu menggebu. Erangannya sudah tak bisa dibendung, matanya memejam menunggu
ledakan gairah dari dalam tubuh sucinya.
Pak Usman melakukannya dengan begitu perlahan-lahan. Ia ingin ini menjadi
sesuatu yang tak akan ia lupakan seumur hidup. Kapan lagi kan, bisa menyetubuhi
seorang akhwat cantik seperti Ratih ini. Dengan ganasnya Pak Usman mengulum
putting payudara suci seorang Ratih Wulandari mulai dari yang sebelah kiri,
kemudian berlanjut ke payudara sebelah kanan.
“Ahhh, Pak. Geli banget …”
“Neng suka kan, kalo suka Bapak kulum terus yah.” Pak Usman sudah tidak
segan-segan lagi mengatakan kata-kata cabul di hadapan Ratih. Dan respon Ratih
pun bukannya berusaha memberontak, tapi malah seakan membuka pintu lebar-lebar
bagi Pak Usman untuk merobek keperawanannya di sebuah kamar kosan yang terkesan
sedikit kumuh itu.
“Iya, Pak. Suka.” Mendengar kata-kata itu, Pak Usman pun menganggapnya sebagai
sebuah izin untuk melakukan hal yang lebih jauh. Ia pun melepaskan kulumannya
di payudara Ratih sang akhwat manis, dan kemudian diikuti lenguhan panjang
Ratih yang menandakan kekecewaannya akan perlakuan Pak Usman itu. Dengan
langkah cepat, Pak Usman langsung turun ke bagian bawah tubuh Ratih dan kemudian
mengangkat perlahan rok panjang Ratih.
Ternyata Ratih masih memakai celana panjang lagi untuk dalaman. Benar-benar
khas seorang aktivis, celana panjang itu berwarna biru muda dan terbuat dari
bahan yang tipis. “Bapak buka ya neng, celana panjangnya.” Ratih yang telah
dilanda birahi yang benar-benar menggelegak itu pun hanya mengangguk sambil
menggigit bibir bawahnya.
Dengan sekali tarik, celana panjang itu pun terlepas dari tempatnya. Selain
karena bahannya yang tipis dan kekuatan Pak Usman, Ratih pun ikut memberikan
sedikit bantuan dengan mangangkat bokongnya untuk memudahkan Pak Usman. Ia
seperti telah pasrah, bahkan malah benar-benar menginginkan untuk disetubuhi
untuk pertama kalinya oleh Pak Usman.
Dalam sekejap, betis dan paha mulus Ratih pun terpampang dengan jelas di
hadapan Pak Usman. Bagian bawah tubuh indah akhwat itu benar-benar putih
terawatt. Mungkin karena tak pernah terkena sinar matahari langsung atau memang
Ratih sengaja merawat bagian bawah tubuhnya tersebut. Mungkin ia melakukannya
untuk suaminya kelak, tapi kini seorang pria tua sedang memandanginya tanpa
sehelai pun pembatas.
“Neng, pahanya mulus banget sih, Bapak elus-elus yah?” Sebuab pertanyaan yang
tidak memerlukan jawaban. Pak Usman langsung menyingkap rok panjang itu sampai
batas maksimal dan mulai menjamah bagian terlarang dari seorang akhwat muslimah
seperti Ratih.
Namun Ratih sendiri pun tidak melakukan perlawanan dan malah menyodorkan paha
dan betis indahnya untuk dinikmati si tua jalang itu. “Iya Pak. Ratih selalu
perawatan di salon khusus akhwat. Ahhh, Pak, Udah yah, Ratih malu”
Sebuah penolakan yang tampaknya tak berarti mengingat Ratih tak berusaha
sedikitpun untuk menutupi aurat sucinya yang sudah tersingkap lebar dan siap
untuk dinikmati. Pak Usman langsung meraba-raba paha putih itu dan
menjilat-jilat betis Ratih yang mulus. “Hmm, Neng Ratih bener-bener kayak
bidadari yah. Orangnya alim, tubuhnya indah banget pula”
“Ahh, ahhh, Pak … “ Desahan Ratih pun akhirnya keluar begitu saja tanpa ma pu
ia bendung.
“Ada apa Neng? Udah gak tahan yah …” Pak Usman pun tak mau berbasa-basi lagi,
ia pun langsung mengangkangi bagian pinggul akhwat manis mahasiswa UI tersebut.
Dengan bersemangat, ia pun menggesek-gesekkan kontolnya di memek Ratih, yang
tampaknya sudah basah oleh lendir gairah itu.
“Akhhh, geli banget Pak,” Ratih pun merasakan sensasi yang benar-benar baru dan
luar biasa. Dalam kesehariannya yang sangat jauh dari seks, ia sama sekali tak
pernah melihat, apalagi menyentuh kemaluan lawan jenisnya. Namun kini, seorang pria
tua tengah mengangkanginya, sambil menggesek-gesekkan kontolnya ke memek Ratih,
membuaat Ratih benar-benar hilang akal. Ia pun hanya bisa pasrah ketika Pak
Usman mengangkat baju terusannya, hingga payudaranya yang besar dan indah itu
pun telah terpampang dan siap untuk dinikmati.
Pak Usman pun terkesiap dengan apa yang ada di hadapannya. Ratih Wulandari,
seorang akhwat cantik dan jelita yang berstatus sebagai seorang mahasiswi
Perguruan Tinggi Negeri terkenal, kini sedang mengerang dan mendesah dengan
banal di hadapannya. Dilihatnya kemaluan sang akhwat yang tanpa bulu sehingga
dapat terlihat dengan jelas olehnya di mana letak klitoris dan lubang kelamin
suci sang wanita. Memek Ratih ternyata telah berdenyut-denyut kencang tanpa
bisa dikontrol si empunya, tanda bahwa empunya sedang mengalami gejolak birahi
yang luar biasa.
Ratih Wulandari
Tanpa memikirkan apa-apa lagi, Pak Usman langsung mendorong penisnya ke dalam
memek suci Ratih Wulandari. Diperlakukan seperti itu, Ratih tambah bergairah
dan sedikit berteriak, “Ahhhhh, Pakkkk ….” Tangannya menggenggam ujung seprei
tempatnya berbaring sekarang, tempatnya dikerjain oleh seorang tua bangka
seperti Pak Usman yang sedang mengangkangi keperawanannya.
“Neng, toketnya nganggur tuhh, Bapak remes-remes yahh …”
“Ohhh, ohhh, tolong Pak, jangan lanjutkan ini … kasihani saya” Tampaknya Ratih
telah berangsur-angsur sadar dari efek obat perangsang yang telah diminumnya.
Namun sayangnya itu semua telah terlambat, dan keperawanannya telah di ujung
kulup penis Pak Usman.
“Tanggung, Neng, dikit lagi masuk neh. Sekali Neng akhwat ngerasain kontol Pak
Usman, pasti minta nambah deh nanti,” Pak Usman cekikikan ketika merasakan
selaput dara akhwat muslimah itu telah berada tepat di depan kontolnya. Dengan
menambah kekuatan remasan pada peyudara Ratih, sehingga membuat Ratih sedikit
menggelinjang, Pak Usman pun memusatkan konsentrasinya pada memek Ratih dan …
“Akhhhhh, memek Neng Ratih memang mantap …. Akhhhhh”
“Akhhhhh, Pak Usman …” Merasakan selaput daranya telah jebol, Ratih pun
belingsatan. Rangsangan yang diberikan Pak Usman kepadanya begitu hebat.
Bukannya berontak, Ratih memilih untuk melanjutkan perzinahan ini sampai akhir,
ia merasakan semuanya sudah terlanjur baginya.
Pak Usman merupakan lelaki yang berpengalaman dalam masalah seks. Ketika
merasakan aliran darah merembes di sela-sela kontolnya dan dinding vagina
Ratih, Pak Usman pun sedikit menarik kontolnya keluar dari sarang yang hangat
itu. Ratih pun terkesiap dan berusaha memasukkan kembali burung nakal Pak Usman
kembali ke dalam tubuh sucinya. Mimik wajah Ratih telah berubah menjadi begitu
banal dan jalang. Namun jilbab indah yang melilit kepalanya nampak tetap
membingkai paras manis dan cantik khas akhwat muslimah. Pak Usman benar-benar
tak tahan akan mangsanya kali ini. Ia pun kehilangan control dan langsung
menyambar bibir Ratih dengan bibirnya.
Sekitar 15 menit lamanya Pak Usman menyetubuhi Ratih dengan posisi
konvensional. Dengan buas ia melumat bibir dan lidah Ratih. Ratih pun tak kalah
liar membalas kuluman bibir pria tua itu. Sementara itu, kontol Pak Usman terus
mengocok vagina Ratih tanpa henti. Ratih pun membantu sang pejantan dengan
mengangkat pinggulnya yang gemulai itu menjemput kontol Pak Usman yang
berukuran sedang. Dua insan berbeda jenis kelamin dan status social itu tampak
menikmati persetubuhan terlarang itu. Ratih dengan tanpa malu mendesah-desah
kenikmatan ditindih mesra oleh Pak Usman yang sudah keriput itu.
“Ahhh, Ahhh, Astaghfirullah, Pakkk, enakk Pak, enakk, Ohhh, Ohhh …”
“Enakk ya Neng, Ahhh, Ahhh, memek Neng Ratih legit banget, Akhh, Bapak mau
keluar Neng …”
“Ahh, iya Pak Usman, kontolnya enakk Pak … Apanya yang mau keluar pak?”
“Spermaaa Neng, Pejuu Pak Usman …”
Tiba-tiba Ratih bagai tersambar petir. Ia sadar betul bila sperma Pak Usman
sampai masuk ke dalam rahimnya, maka besar kemungkinan ia akan hamil dan
mengandung anak Pak Usman. Ketika terpikir hal itu, Ratih pun berontak, ia
menggeliat hendak menjauh dari tubuh Pak Usman.