Ini adalah kisah nyata yang terjadi
di tahun 2012. Tapi untuk menjaga nama baik semua pihak, nama-nama pelaku
diganti semuanya. Selamat mengikuti:
Peristiwa indah itu tak pernah kuduga sedikit pun. Karena Bu Ivy tidak
menampakkan gejala-gejala nakal sedikit pun. Apalagi kalau mengingat bahwa dia
sudah mengenal istriku dan sering ngobrol berdua kalau datang ke rumahku.
Istriku pun kelihatan percaya penuh, tak pernah mencucurigai kalau aku
bepergian bersama Bu Ivy. Lagian kalau ada niat mau selingkuh, masa Bu Ivy
berani menginjak rumahku dan berlama-lama ngobrol dengan istriku? Apalagi kalau
mengingat bahwa Bu Ivy kelihatannya taat beribadah. Tiap hari selalu mengenakan
jilbab.
Baik aku maupun istriku sama-sama berwiraswasta, tapi dalam lapangan yang
berbeda. Aku sering jadi mediator, begitu juga Bu Ivy. Sementara istriku
membuka toko kebutuhan sehari-hari, jadi bisnisnya cukup dengan menunggui toko
saja, karena rumahku ada di belakang toko itu. Dan di belakang rumah, istriku
punya bisnis lain….beternak ribuan burung puyuh yang rajin bertelur tiap hari.
Pada suatu pagi, waktu aku baru mau mandi, istriku menghampiriku, “Ada Bu Ivy,
Bang.”
“Oh, iya….emang sudah janjian mau ketemu sama pemilik tanah yang mau dijadikan
perumahan itu,” sahutku, “Suruh tunggu sebentar, aku mau mandi dulu.”
Istriku mengangguk lalu pergi ke depan. Sementara aku bergegas masuk ke kamar
mandi.
Setelah mandi dan berdandan, aku melangkah ke ruang tamu. Bu Ivy sedang ngobrol
dengan istriku.
“Barusan istri Herman datang, Bang,” kata istriku waktu aku baru duduk di
sampingnya, “Herman sakit, kakinya bengkak, asam uratnya kambuh, jadi gak bisa
kerja hari ini.”
“Penyakit langganan,” sahutku dengan senyum sinis. Dengan hati kesal, karena
itu berarti aku harus nyetir sendiri hari ini. Herman adalah nama sopirku.
“Acaranya hari ini nggak jauh kan?” tanya istriku, “Sekali-sekali nyetir
sendiri kan nggak apa-apa.”
“Iya…ada sopir atau nggak ada sopir, kegiatanku takkan terhambat,” kataku, lalu
menleh ke arah Bu Ivy yang saat itu mengenakan baju hijau pucuk daun dan
kerudung putih, “Berangkat sekarang Bu?”
“Baik Pak,” Bu Ivy memegang tali tas kecilnya yang tersimpan di pangkuannya.
Tak lama kemudian Bu Ivy sudah duduk di sampingku, di dalam sedan yang
kukemudikan sendiri (merek sedanku takkan kusebut, enak aja jadi iklan
gratis…hehehe…).
Obrolan kami di perjalanan menuju lokasi, hanya menyangkut masalah-masalah
bisnis yang ada kaitannya dengan Bu Ivy. Tidak ada sesuatu yang menyimpang.
Bahkan setelah tiba di lokasi yang 25 km dari pusat kota, aku tak berpikir yang
aneh-aneh. Bahkan aku jengkel juga ketika pemilik tanah itu tidak ada di
tempat, harus dijemput dulu oleh keponakannya yang segera meluncur di atas
motornya.
Kami duduk saja di dalam mobil yang diparkir menghadap ke kebun tak terawat,
yang rencananya akan dijadikan perumahan oleh kenalanku yang seorang developer.
Suasana sunyi sekali. Karena kami berada di depan kebun yang mirip hutan.
Pepohonan yang tumbuh tidak dirawat sedikit pun.
Tapi suasana yang sunyi itu…entah kenapa…tiba-tiba saja membuatku
iseng…memegang tangan Bu Ivy sambil berkata, “Bisa dua jam kita harus menunggu
di sini, Bu.”
“Iya Pak,” sahutnya tanpa menepiskan genggamanku, “Sabar aja ya Pak….di dalam
bisnis memang suka ada ujiannya.”
Aku terdiam. Tapi tanganku tidak diam. Aku mulai meremas tangan wanita 30
tahunan itu, yang makin lama terasa makin hangat. Dia bahkan membalasnya dengan
remasan. Apakah ini berarti……..ah…..pikiranku mulai melayang-layang tak
menentu.
Mungkin di mana-mana juga lelaki itu sama seperti aku. Dikasih sejengkal mau
sedepa. Remas-remasan tangan tidak berlangsung lama. Kami bukan abg lagi. Masa
cukup dengan remas-remasan tangan?
Sesaat kemudian, lengan kiriku sudah melingkari lehernya. Tangan kananku mulai
berusaha membuka jalan agar tangan kiriku bisa menyelusup ke dalam bajunya
yangb sangat tertutup dan bertangan panjang. Bu Ivy diam saja. Dan akhirnya aku
berhasil menyentuh payudaranya. Tapi dia menepiskan tanganku sambil berkata,
“Duduknya di belakang saja Pak…di sini takut dilihat orang…”
O, senangnya hatiku. Karena ucapannya itu mengisyaratkan bahwa dia juga mau !
“Kenapa mendadak jadi begini Pak?” tanya wanita berjilbab itu ketika kami sudah
duduk di jok belakang, pada saat tanganku berhasil menyelinap ke baju tangan
panjangnya dan ke balik behanya.
“Gak tau kenapa ya?” sahutku sambil meremas payudaranya yang terasa masih
kencang, mungkin karena rajin merawatnya.
“Tapi Pak…uuuuhhhh…..kalau saya jadi horny gimana nih?” wanita itu
terpejam-pejam sambil meremas-remas lututku yang masih berpakaian lengkap.
“Kita lakukan saja…asal Bu Ivy gak keberatan….” tanganku makin berani, berhail
menyelinap ke balik rok panjangnya, lalu menyelundup ke balik celana dalamnya.
Tanganku sudah menyentuh bulu kemaluannya yang terasa lebat sekali. Kemudian
menyeruak ke bibir kemaluannya…bahkan mulai menyelinap ke celah vaginanya yang
terasa sudah membasah dan hangat.
“Masa di mobil?” protesnya, “kata orang mobil jangan dipakai gituan, bisa bikin
sial…”
“Emang siapa yang mau ngajak begituan di mobil? Ini kan perkenalan aja dulu….”
kataku pada waktu jemariku mulai menyelusup ke dalam liang kemaluan Bu Ivy yang
terasa hangat dan berlendir…
Wanita itu memelukku erat-erat sambil berbisik, “Duh Pak…saya jadi kepengen
nih….kita cari penginapan aja dulu yuk. Bilangin aja sama orang-orang di sini
kalau kita mau datang lagi besok.”
“Iya sayang,” bisikku, “Sekarang ini memiliki dirimu lebih penting daripada
ketemuan dengan pemilik tanah itu…”
“Ya sudah dulu dong,” Bu Ivy menarik tanganku yang sedang mempermainkan
kemaluannya, “Nanti kalau saya gak bisa nahan di sini kan berabe. Nanti aja di
penginapan saya kasih semuanya…”
Aku ketawa kecil. Lalu pindah duduk ke belakang setir lagi.
Tak lama kemudian mobilku sudah meluncur di jalan raya. Persetan dengan pemilik
tanah itu. Sekarang ini yang terpenting adalah tubuh Bu Ivy, yang jelas sudah
siap diapakan saja.
Dengan mudah kudapatkan hotel kecil di luar kota, sesuai dengan keinginan Bu
Ivy, karena kalau di dalam kota takut kepergok oleh orang-orang yang kami
kenal. Soalnya aku punya istri, Bu Ivy pun punya suami.
Hotel itu cuma hotel sederhana. Tapi lumayan, kamar mandinya pakai shower air
panas. Tidak pakai AC, karena udaranya cukup dingin, rasanya tak perlu pakai AC
di sini. Yang penting adalah wanita berjilbab itu…yang kini sedang berada di
dalam kamar mandi, mungkin sedang cuci-cuci dulu…sementara aku sudah tak
sabaran menunggunya.
Ketika ia muncul di ambang pintu kamar mandi, aku terpana dibuatnya. Rambutnya
yang tak ditutupi apa-apa lagi, tampak tergerai lepas….panjang lebat dan ikal.
Jujur…ia tampak jauh lebih seksi, apalagi kalau mengingat bahwa ia 5 tahun
lebih muda adaripada istriku. Rok bawahnya tidak dikenakan lagi, sehingga
pahanya yang putih mulus itu tampak jelas di mataku.
Aku bangkit menyambutnya dengan pelukan hangat, “Bu Ivy kalau gak pake jilbab
malah tampak lebih cantik….muuuahhhhh…” kataku diakhiri dengan kecupan hangat
di pipinya.
Ia memegang pergelangan tanganku sambil tersenyum manis. Dan kuraih
pinggangnya, sampai berada di atas tempat tidur yang lumayan besar.
Lalu kami bergumul mesra di atas tempat tidur itu. Bu Ivy tidak pasif.
Berkali-kali dia memagut bibirku. Aku pun dengan tak sabar menyingkapkan baju lengan
panjangnya. Dan…ah…rupanya tak ada apa-apa lagi di balik baju lengan panjang
itu selain tubuh Bu Ivy yang begitu mulus. Payudaranya tidak sebesar payudara
istriku. Tapi tampak indah di mataku. Tak ubahnya payudara seorang gadis
belasan tahun. Dan ketika pandanganku melayang ke bawah perutnya…tampak
sebentuk kemaluan wanita yang berambut tebal, sangat lebat….
Aku pun mulai beraksi. Mencelucupi lehernya yang hangat, sementara tanganku
mulai mengelus jembut (bulu kemaluan) yang lebat keriting itu. Bu Ivy pun tidak
tinggal diam, mulai melepaskan kancing kemejaku satu persatu, lalu menanggalkan
kemejaku. Untuk mempermudah, aku pun menanggalkan celana panjang dan celana
dalamku. Sehingga batang kemaluanku yang sudah tegak kencang ini tak tertutup
apa-apa lagi.
Bu Ivy melotot waktu melihat batang kemaluanku yang sudah tak tertutup apa-apa
lagi ini. “Iiiih…punya Bapak kok panjang gede gitu….mmm….si ibu pasti selalu
puas ya …” desisnya.
“Emang punya suami Bu Ivy seperti apa?” tanyaku.
“Jauh lebih pendek dan kecil,” bisik Bu Ivy sambil merangkulku dengan ketat,
seperti gemas.
Kembali kuciumi lehernya yang mulai keringatan, lalu turun…mencelucupi puting
payudaranya. Kusedot-sedot seperti anak kecil sedang menetek, sambil
mengelus-eluskan ujung lidahku di putting payudara yang terasa makin mengeras
ini. Sementara tanganku tak hanya diam. Jemariku mulai mengelus bibir kemaluan
wanita itu, bahkan mulai memasukkan jari tengahku ke dalam liang kemaluannya.
Bu Ivy sendiri tak cuma berdiam diri. Tangannya mulai menggenggam batang
kemaluanku. Meremasnya dengan lembut. Mengelus-elus puncak penisku, sehingga
aku makin bernapsu. Tapi aku sengaja ingin melakukan pemanasan selama mungkin,
supaya meninggalkan kesan yang indah di kemudian hari.
Maka setelah puas menyelomoti puting payudara wanita itu, bibirku turun ke arah
perutnya. Menjilati pusarnya sesaat. Lalu turun ke bawah perutnya.
“Pa jangan ke situ ah…malu…” Bu Ivy berusaha menarik kepalaku agar naik lagi ke
atas. Tapi aku bahkan mulai menciumi kemaluanya yang berbulu lebat itu. Lalu
jemariku menyibakkan bulu kemaluan wanita itu, mengangakan bibirnya dan mulai
menjilatinya dengan gerakan dari bawah ke atas….
“Aduh Pak…ini diapain? Aaah…kok enak sekali Pak…..” Bu Ivy mulai menceracau tak
menentu. Lebih-lebih ketika aku mulai mengarahkan jilatanku di clitorisnya,
terkadang menghisap-hisapnya sambil menggerak-gerakkan ujung lidahku.
“Oooh Pak…oooh….Pak….iiiih….saya udah mau keluar nih….duuuhhhhhh” celotehnya
membuatku buru-buru mengarahkan batang kemaluanku ke belahan memeknya yang
sudah basah. Dan kudesakkan sekaligus….blessss…..agak mudah membenam ke dalam
liang surgawi yang sudah banyak lendirnya itu.
“Aduuuduuuhhhh…sudah masuk Paaakk…..oooohhhh….” Bu Ivy menyambutku dengan
pelukan erat, bahkan sambil menciumi bibirku sambil menggerak-gerakkan
pantatnya, “Sa…saya gak bisa nahan lagi…langsung mau keluar Paaak…tadi sih
terlalu dienakin…oooh…”
Lalu terasa tubuh wanita itu mengejang dan mengelojot seperti sekarat. Rupanya
dia tak bisa menahan lagi. Dia sudah orgasme….terasa liang kemaluannya
berkedut-kedut, lalu jadi becek.
“Barusan kan baru orgasme pertama,”bisikku yang mulai gencar mengayun batang
kemaluanku, maju mundur di dalam celah kemaluan Bu Ivy.
Beberapa saat kemudian wanita itu merem melek lagi, bahkan makin gencar
menggoyang-goyang pinggulnya, sehingga batang kemaluanku serasa dibesot-besot
oleh liang surgawi Bu Ivy. Aku tahu goyangan pantatnya itu bukan sekadar ingin
memberikan kepuasan untukku, tapi juga mencari kepuasan untuknya sendiri.
Karena pergesekan penisku dengan liang kemaluannya jadi makin keras,
kelentitnya pun berkali-kali terkena gesekan penisku.
“Adduuuh, duuuh….Pak…kok enak sekali sih Pak…..aaah…saya bisa ketagihan nanti
Pak…..” celotehnya dengan napas tersengal-sengal.
“Aku juga bisa ketagihan,” sahutku setengah berbisik di telinganya, sambil
merasakan enaknya gesekan dinding liang kemaluannya, “memekmu enak sekali,
sayang…..duuuuh….benar-benar enak sekaliii….”
Aku memang tidak berlebihan. Entah kenapa, rasanya persetubuhanku kali ini
terasa fantastis sekali. Mungkin ini yang disebut SII (Selingkuh Itu Indah).
Padahal posisi kami cuma posisi klasik. Goyangan pantat Bu Ivy juga
konvensional saja. Tapi enaknya luar biasa. Dalam tempo singkat saja keringatku
mulai bercucuran.
Bu Ivy pun tampak sangat menikmati enjotan batang kemaluanku. Sepasang kakinya
diangkat dan ditekuk, lalu melingkari pinggangku, sementara
rengekan-rengekannya tiada henti terlontar dari mulutnya,
“Ooooh...oooh…hhhh….aahhhhh…oooh…aah..aduuuh..Paaak..enak.
.Pak….duuuuh….mmmmhhhhh
saya mau keluar lagi nih Paaak….”
“Kita barengin keluarnya yok….” bisikku sambil mempergencar enjotan batang
kemaluanku, maju mundur di dalam liang kewanitaan Bu Ivy.
“I…iya Pak….bi…bi…biar nikmat…..” sahutnya sambil mempergencar pula ayunan pinggulnya,
meliuk-liuk cepat dan membuat batang kemaluanku seperti dipelintir oleh dinding
liang kemaluan wanita yang licin dan hangat itu.
Sampai pada suatu saat…kuremas-remas buah dada wanita itu, mataku terpejam,
napasku tertahan…batang kemaluanku membenam sedalam-dalamnya….lalu kami seperti
orang-orang kesurupan….sama-sama berkelojotan di puncak kenikmatan yang tiada
taranya …..
Air maniku terasa menyemprot-nyemprot di dalam liang memek Bu Ivy. Liang yang
terasa berkedut-kedut….lalu kami sama-sama terkapar, dengan keringat
bercucuran.
“Ini yang pertama kalinya saya digauli oleh lelaki yang bukan suami saya…” kata
Bu Ivy sambil membiarkan batang kemaluanku tetap menancap di dalam memeknya.
Kujawab dengan ciuman hangat di bibirnya yang sensual, “Sama…saya juga baru
sekali ini merasakan bersetubuh dengan wanita yang bukan istri saya.
Terimakasih sayang….mulai saat ini Bu Ivy jadi istri rahasiaku…”
“Dan Bapak jadi suami kedua saya….iiih…kenapa tadi kok enak sekali ya Pak?”
“Mungkin kalau dengan pasangan kita sendiri sudah terlalu biasa, nggak ada yang
aneh lagi. Tapi barusan dilepas di dalam…nggak apa-apa ?”
“Nggak apa-apa,” sahutnya dengan senyum manis, mata bundar beningnya pun
bergoyang-goyang manja,
“Saya kan ikut KB sejak kelahiran anak kedua…”
“Asyik dong, jadi aman….”
“Saya pasti ketagihan Pak….soalnya punya Bapak panjang gede gitu…..”
Kata-kata Bu Ivy itu membuat napsuku bangkit lagi. Dan batang kemaluanku yang
masih terbenam di dalam memeknya, terasa mengeras lagi. Maka kucoba
menggerak-gerakkannya…ternyata memang bisa dipakai “bertempur” lagi.
Batang kemaluanku sudah mondar mandir lagi di dalam liang vagina Bu Ivy yang
masih banyak lendirnya tapi tidak terlalu becek, bahkan lebih mengasyikkan
karena aku bisa mengentot dengan gerakan yang sangat leluasa tanpa kehilangan
nikmatnya sedikit pun. Bahkan ketika aku menggulingkan diri ke bawah, dengan
aktifnya Bu Ivy action dari atas tubuhku. Setengah duduk ia menaik turunkan
pinggulnya, sehingga aku cukup berdiam diri, hanya sesekali menggerakkan batang
kemaluanku ke atas, supaya bisa masuk sedalam-dalamnya.
Posisi di bawah ini membuatku leluasa meremas-remas payudara Bu Ivy yang
bergelantungan di atas wajahku. Terkadang kuremas-remas juga pantatnya yang
lumayan besar dan padat.
Tapi mungkin posisi ini terlalu enak buat Bu Ivy, karena moncong penisku
menyundul-nyundul dasar liang vaginanya. Dan itu membuatnya cepat orgasme.
Hanya beberapa menit ia bisa bertahan dengan posisi ini. Tak lama kemudian ia
memeluk leherku kuat-kuat, seperti hendak meremukkannya. Lalu terdengar erangan
nikmatnya, “Aaaahhhh….saya keluar lagi Paaaak…..”
Kemudian ia ambruk di dalam dekapanku.
Tapi aku seolah tak peduli bahwa Bu Ivy sudah orgasme lagi. Butuh beberapa saat
untuk memulihkan vitalitasnya kembali. Tak perlu vitalitas. Yang jelas batang
kemaluanku sedang enak-enaknya mengenjot memek teman bisnisku ini. Lalu aku
menggulingkan badannya sambil kupeluk erat-erat, tanpa mencabut batang
kemaluanku dari dalam memeknya yang sudah orgasme kesekian kalinya.
Bu Ivy memejamkan matanya waktu aku mulai mengentotnya lagi dengan posisi
klasik, dia di bawah aku di atas. Tapi beberapa saat kemudian ia mulai aktif
lagi. Mendekapku erat-erat sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan
gerakan meliuk-liuk …..
Aku pun makin ganas mengentotnya. Tapi ia tak mau kalah ganas. Gerakan
pantatnya makin lama makin dominan. Membuatku berdengus-dengus dalam kenikmatan
yang luar biasa.
“Oooh…enak banget Paaak….sa…saya mau keluar lagi ….kita barengin lagi
Pak…ta…tadi juga enak sekali….” celotehnya setelah batang kemaluanku cukup lama
mengentot liang memeknya.
Aku setuju. Kuenjot batang kemaluanku dengan kecepatan tinggi, maju-mundur,
maju-mundur….sampai akhirnya kami sama-sama berkelojotan lagi Saling cengkram,
saling lumat….seolah ingin saling meremukkan….dan akhirnya air maniku
menyemprot-nyemprot lagi di puncak kenikmatanku, diikuti dengan rintihan lirih
Bu Ivy yang sedang mencapai orgasme pula.
“Kita kok bisa tiba-tiba begini ya?” cetus bu Ivy waktu sudah mengenakan
pakaiannya lagi.
“Iya…dari rumah aja gak ada renana….tapi tadi mendadak ada keinginan…untunglah
Bu Ivvy gak menolak…terimakasih ya sayang,” sahutku dengan genggaman erat di
pergelangan tangannya, kemudian kukecup mesra bibirnya yang tipis mungil itu.
Wanita itu tersenyum. Memeluk pinggangku sambil berkata perlahan, “Kita harus
berterimakasih pada pemilik tanah itu, ya Pak. Gara-gara dia gak ada di tempat,
kita jadi ada acara mendadak begini.”
Aku mengangguk dengan senyum. Sementara hatiku berkata, “Gara-gara sopirku gak
masuk pula, aku jadi punya kisah seperti ini. Kalau ada dia, aku tentu takkan
sebebas ini.”
Sore itu kami pulang ke rumah masing-masing, dengan perasaan baru. Bahkan
malamnya, ketika istriku sudah tertidur pulas, aku masih sempat smsan dengan bu
Ivy. Salah satu smsnya berbunyi: “Puas banget…punya saya sampe terasa seperti
jebol….punya bapak kegedean sih…kapan kita ketemuan lagi?”
Kujawab singkat, “Kapan pun aku siap..”
Satu kisah indah telah tercatat di dalam kehidupanku. Yang tak mungkin
kulupakan. Apakah akan ada kisah lain kelak? Ada ! Banyak ! Nanti semuanya akan
kutuangkan di dalam tulisan seperti ini.