Namaku Anto, aku tinggal bersama pamanku di Jakarta. Dia adalah salah satu contoh orang sukses. Mempunyai 6 orang istri yang cantik-cantik. Istri pertamanya bernama adalah Tante Endang usia 45 tahun, kedua Tante Rani usia 42 tahun, ketiga Tante Yani usia 39 tahun, keempat Tante Rina usia 37 tahun, kelima Tante Ratna usia 35 tahun, dan terakhir Tante Rini 33 tahun.
Pada suatu hari ketika akau ke villa, aku menemukan album foto di kamar Tante Yani, yang ternyata berisi foto bugil Tante-Tanteku. Kubolak balik foto-foto tersebut yang menampakkan tubuh-tubuh telanjang Tante-Tanteku, walaupun ada yang ssudah berumur diatas 40 tahun seperti Tante Endang dan Tante Rani tapi tubuh mereka tidak kalah dengan keempat istri muda yang lain. Membuat aku terangsang dan ingin merasakan hangatnya tubuh mereka. Hingga ada ide gila untuk memperalat mereka melalui foto-foto tersebut. Mulai kususun rencana siapa yang pertama aku kerjain, lalu kupilih Tante Tante Endang (45 tahun) dan Tante Rina (37 tahun).
Aku telepon rumah Tante Endang dan Tante Rina. Aku minta mereka untuk
menemuiku di villa keluarga. Aku sendiri lalu bersiap untuk pergi ke
sana. Sampai disana kuminta penjaga villa untuk pulang kampung. Tak lama
kemudian Tante Endang dan Tante Rina sampai. Kuminta mereka masuk ke
ruang tamu.
“Ada apa sih Anto?” tanya Tante Endang yang mengenakan kaos lengan panjang dengan celana jeans.
“Duduk dulu Tante,” jawabku.
“Iya ada apa sih?” tanya Tante Rina yang mengenakan Kemeja you can see dengan rok panjang.
“Saya
mau tanya sama Tante berdua, ini milik siapa?”, kataku sambil
mengeluarkan sebuah bungkusan yang di dalamnya berisi setumpuk foto.
Tante Endang lalu melihat foto apa yang ditunjukkan olehnya.
“Darimana kamu dapatkan foto-foto ini?” tanya Tante Endang panik mendapatkan foto-foto telanjang dirinya.
“Anto.. apa-apaan ini, darimana barang ini?” tanya Tante Rina dengan tegang.
“Hhhmm..
begini Tante Endang, waktu itu saya kebetulan lagi bersih-bersih, pas
kebetulan dikamar Tante Yani saya lihat kok ada foto-foto telanjang
tubuh Tante-Tante yang aduhai itu,” jawabku sambil tersenyum.
“Baik.. kalau gitu serahkan klisenya?” Kata Tante Rina.
“Baik tapi ada syaratnya lho,” jawabku.
“Katakan apa syaratnya dan kita selesaikan ini baik-baik,” kata Tante Endang dengan ketus.
“Iya Anto, tolong katakan apa yang kamu minta, asal kamu kembalikan klisenya,” tambah Tante Rina memohon.
“Ooo.. nggak, nggak, saya nggak minta apa-apa, Cuma saya ingin melihat langsung Tante telanjang,” kataku.
“Jangan
kurang ajar kamu!” kata Tante Endang dan Tante Rina dengan marah dan
menundingnya. “Wah.. wah.. jangan galak gitu dong Tante, saya kan nggak
sengaja, justru Tante-Tante sendiri yang ceroboh kan,” jawabku sambil
menggeser dudukku lebih dekat lagi.
“Bagaimana Tante?”
“Hei.. jangan kurang ajar, keterlaluan!!” bentak Tante Rina sambil menepis tanganku.
“Bangsat..
berani sekali, kamu kira siapa kami hah.. dasar orang kampung!!” Tante
Endang menghardik dengan marah dan melemparkan setumpuk foto itu ke
wajahku.
“Hehehe.. ayolah Tante, coba bayangkan, gimana kalo
foto-foto itu diterima paman di kantor, wah bisa- bisa Tante semua jadi
terkenal deh!!” kataku lagi.
Kulihat kananku Tante Endang tertegun diam, kurasa dia merasakan hal yang kuucapkan tadi. Kenapa harus kami yang tanggung jawab,
“Tante-Tantemu yang lain kok tidak?” tanya Tante Endang lemas.
“Oh, nanti juga mereka akan dapat giliran,” jawabku.
“Bagaimana Tante? Apa ssudah berubah pikiran?”
“Baiklah, tapi kamu hanya melihat saja kan?” tanya Tante Rina.
“Iya, dan kalau boleh sekalian memegangnya?” jawabku.
“Kamu jangan macam-macam Anto, hardik Tante Endang.”
“Biarlah
Mbakyu, daripada ketahuan,” jawab Tante Rina sambil berdiri dan mulai
melepas pakaiannya, diikuti Tante Endang sambil merengut marah.
Hingga tampak kedua Tanteku itu telanjang bulat dihadapanku. Tante
Endang walau ssudah berusia 45 tahun tapi tubuhnya masih montok, dengan
kulit kuning langsat dan sedikit gemuk dengan kedua payudaranya yang
besar menggantung bergoyang-goyang dengan puting susunya juga besar.
Turun kebawah tampak pinggulnya yang lebar serta bulu hitam di
selangkangan amat lebat. Tidak kalah dengan tubuh Tante Rina yang
berusia 37 tahun dengan tubuh langsing berwarna kuning langsat, serta
payudaranya yang tidak begitu besar tapi nampak kenyal dengan puting
yang sedkit naik keatas. Pinggulnya juga kecil serta bulu kemaluannya di
selangkangan baru dipotong pendek.
“Ssudah Anto?” tanya Tante Endang sambil mulai memakai bajunya kembali.
“Eh, belum Tante, kan tadi boleh pegang sekalian, lagian saya belum lihat vagina Tante berdua dengan jelas,” jawabku.
“Kurang ajar kamu,” kata Tante Rina setengah berteriak.
“Ya sudah kalo nggak boleh kukirim foto Tante berdua nih?” jawabku.
“Baiklah,” balas Tante Endang ketus,
“Apalagi yang mesti kami lakukan?”
“Coba Tante berdua duduk di sofa ini,” kataku.
“Dan buka lebar-lebar paha Tante berdua,” kataku ketika mereka mulai duduk.
“Begini Anto, Cepat ya,” balas Tante Rina sambil membuka lebar kedua pahanya.
Hingga tampak vaginanya yang berwarna kemerahan.
“Tante Endang juga dong, rambutnya lebat sih, nggak kelihatan nih,” kataku sambil jongkok diantara mereka berdua.
“Beginikan,” jawab Tante Endang yang juga mulai membuka lebar kedua
pahanya dan tangannya menyibakkan rambut kemaluannya kesamping hingga
tampak vaginanya yang kecoklatan.
“Anto pegang sebentar ya?” kataku
sambil tangan kananku coba meraba selangkangan Tante Endang sementara
tangan kiriku meraba selangkangan Tante Rina. Kumainkan jari-jari kedua
tanganku di vagina Tante Endang dan Tante Rina.
“Sudah belum, Anto.. Ess..,” kata Tante Endang sedikit mendesah.
“Eeemmhh.. uuhh.. jangan Anto, tolong hentikan.. eemmhh!” desah Tante Rina juga ketika tanganku sampai ke belahan kemaluannya.
“Sebentar
lagi kok Tante, memang kenapa?” tanyaku pura-pura sambil terus
memainkan kedua tanganku di vagina Tante Endang dan Tante Rina yang
mulai membasah.
“Eh, ini apa Tante?” tanyaku pura-pura sambil mengelus-selus klitoris mereka.
“Ohh.. Itu klitoris namanya Anto, jangan kamu pegang ya..,” desis Tante Endang menahan geli.
“Iya jangan kamu gituin klitoris Tante dong,” dasah Tante Rina.
“Memang
kenapa Tante, tadi katanya boleh,” kataku sambil terus memainkan
klitoris mereka. “Sshh.., oohh.., geliss.., To,” rintih Tante Endang dan
Tante Rina.
“Ini lubang vaginanya ya Tante?” tanyaku sambil memainkan tanganku didepan lubang vagina mereka yang semakin basah.
“Boleh dimasukin jari nggak Tante?”
Kembali
jariku membuka belahan vagina mereka dan memasukkan jariku, slep..
slep.. bunyi jariku keluar masuk di lubang vagina Tante Rina dan Tante
Endang yang makin mendesah-desah tidak karuan,
“Jangan Anto, jangan kamu masukin jari kamu.. Oohh..,” rintih Tante Rina.
“Jangan lho Anto.. sshh..,” desah Tante Endang sambil tangannya meremasi sofa.
“Kenapa? Sebentar saja kok, dimasukkin ya,” kataku sambil memasukkan jari tengahku ke vagina mereka masing-masing.
“Aaahh.., Anto..,” desah Tante Endang dan Tante Rina bersama-sama mersakan jari Anto menelusur masuk ke lubang vagina mereka.
“Ssshh..
eemmhh..!!” Tante Endang dan Tante Rina mulai meracau tidak karuan saat
jari-jariku memasuki vagina dan memainkan klitoris mereka.
“Bagaimana Tante Endang,” tanyaku mulai memainkan jariku keluar masuk di vagina mereka.
“Saya cium ya vagina Tante Endang ya?” tanyaku sambil mulai memainkan lidahku di vaginanya. “Sebentar ya Tante Rina,” kataku.
“Jangan.., sshh.. Anto.. ena.., rintih Tante Endang sambil tangannya meremasi rambutku menahan geli.
“Gimana Tante Endang, geli tidak..,” tanya Anto.
“Ssshh..
Anto.. Geli ss..,” rintihnya merasakan daerah sensitifnya terus
kumainkan sambil tangannya meremasi sendiri kedua payudaranya.
“Teruss.. Anto,” desis Tante Endang tak kuat lagi menahan nafsunya.
Sementara Tante Rina memainkan vaginanya sendiri dengan jari tanganku
yang ia gerakkan keluar masuk. Dan Tante Endang kian mendesah ketika
mendekati orgasmenya dan
“Aaahh ss.., Tante sudah nggak kuat lagi,” rintih Tante Endang merasakan lidahku keluar masuk dilubang vaginanya.
“Tante
Endang keluar Anto..,” desah lemas Tante Endang dengan kedua kakinya
menjepit kepalaku di selangkangannya. Tahu Tante Endang sudah keluar aku
bangkit lalu pindah ke vagina Tante Rina dan kubuka kedua pahanya
lebar-lebar. Sama seperti Tante Endang Tante Rina juga merintih tidak
karuan ketika lidahku mengocok lubang vaginanya.
“Aah ss.., Antoo,.., enak ss..,” rintih Tante Rina sambil menekan kepalaku ke selangkangannya.
Tante Rina di sofa dan kubuka lebar-lebar pahanya. Kubenamkan lidahku
liang vagina Tante Rina, ku sedot-sedot klitoris vagina Tante Rina yang
ssudah basah itu,
“Teruss.., Antoo.., Tante.., mau kelu.. Aah ss..,”
rintih Tante Rina merasakan orgasme pertamanya. Anto lalu duduk
diantara Tante Endang dan Tante Rina.
“Gantian dong Tante, punyaku
sudah tegang nih,” menunjukkan sarung yang aku pakai tampak menonjol
dibagian kemaluanku pada Tante Endang dan Bullik Rina. Kuminta mereka
untuk menjilati kemaluanku.
“Kamu nakal Anto, ngerjain kami,” kata
Tante Endang sambil tangannya membuka sarungku hingga tampak penisku
yang mengacung tegang keatas.
“Iya.., awas kamu Anto.. Tante hisap punya kamu nanti..,” balas Tante Rina sambil memasukkan penisku kemulutnya.
“Ssshh.. Tante.. terus..,” rintih Anto sambil menekan kepala Tante
Rina yang naik turun di penisnya. Tante Endang terus menjilati penisku
gantian dengan Tante Rina yang lidahnya dengan liar menjilati penisku,
dan sesekali memasukkannya kedalam mulunya serta menghisap kuat-kuat
penisku didalam mulutnya. Sluurrpp.. sluurpp.. sshhrrpp.. demikian
bunyinya ketika dia menghisap.
“Sudah.. Tante, Anto nggak kuat lagi..,” rintih Tante Rina sambil mengangkat kepalaku dari vaginanya.
“Tunggu
dulu ya Tante Endang, biar saya dengan Tante Rina dulu,” kataku sambil
menarik kepala Tante Endang yang sedang memasukkan penisku kemulutnya.
“Tante Tina sudah nggak tahan nih,” kataku sambil membuka lebar-lebar kedua paha Tante Rina dan berlutut diantaranya.
“Cepatss..
Anto,” desah Tante Rina sambil tangannya mengarahkan penisku ke
vaginanya. “Asshhss..,” rintih Tante Rina panjang merasakan penisku
meluncur mulus sampai menyentuh rahimnya. Tante Rina mengerang setiap
kali aku menyodokkan penisnya. Gesekan demi gesekan, sodokan demi
sodokan sungguh membuatku terbuai dan semakin menikmati “perkosaan” ini,
aku tidak peduli lagi orang ini sesungguhnya adalah Tanteku sendiri.
Kuminta Tante Rina untuk menjilati vagina Tante Endang yang jongkok
diatas mulutnya.
“Ushhss.. Geli dik,” desis Tante Endang setiap kali lidah Tante Rina
memasuki vaginanya. Sementara aku sambil menyetubuhi Tante Rina tanganku
meremas-remas kedua payudara Tante Endang. Tiba-tiba Tante Rina
mengangkat pinggulnya sambil mengerang panjang keluar dari mulutnya.
“Ahhss.. Anto Tante keluar.. “
“Sudah keluar ya Tante Rina, sekarang gilran Bu Endang ya,” kataku sambil menarik Tante Endang untuk naik kepangkuanku.
Tante Endang hanya pasrah saja menerima perlakuannya. Kuarahkan
penisku ke vagina Tante Endang Lalu Aaahh.. desah Tante Endang merasakan
lubang vaginanya dimasuki penisku sambil pinggulnya mulai naik turun.
Kunikmati goyangan Tante Endang sambil ‘menyusu’ kedua payudaranya yang
tepat di depan wajahku, payudaranya kukulum dan kugigit kecil.
“Teruss.. Tante, vagina Tante enak..,” rintihku sambil terus dalam mulutku menghisap-hisap puting susunya.
“Penis
kamu juga sshh..” rintih Tante Endang sambil melakukan gerakan
pinggulnya yang memutar sehingga penisku terasa seperti dipijat-pijat.
“Sebentar Tante, coba Tante balik badan,” kataku sambil meminta Tante Endang untuk menungging.
Kusetubuhi Tante Endang dari belakang, sambil tanganku tangannya
bergerilya merambahi lekuk-lekuk tubuhnya. Harus kuakui sungguh hebat
wanita seumur Tante Endang mempunyai vagina lebih enak dari Tante Rina
yang berusia lebih muda. Sudah lebih dari setengah jam aku menggarap
Tante Endang, yang makin sering merintih tidak karuan merasakan penisku
menusuk-nusuk vaginanya dan tanganku meremasi payudaranya yang
bergoyang-goyang akibat hentakan penisku di vaginanya.
“Ssshh.. Anto, Tante mau keluar..” rintih Tante Endang.
“Sabarr.. Tante, sama-sama,” kataku sambil terus memainkan pinggulku maju-mundur.
“Aaahh ss.., Tante Endang keluar..,” melenguh panjang.
“Saya belum, Tante,” kataku kecewa.
“Pake
susu Tante aja ya,” jawab Tante Endang jongkok didepanku sambil
menjepitkan penisku yang ssudah licin mengkilap itu di antara kedua
payudaranya yag besar, lalu dikocoknya.
“Terus, Tante enak ss..,” rintihku.
Melihat hal itu Tante Rina bangun sambil membuka mulutnya dan
memasukkan penisku ke mulutnya sambil dihisap-hisap. Tak lama setelah
mereka memainkan penisku, mengeluarkan maninya menyempot dengan deras
membasahi wajah dan dada Tante Endang dan Tante Rina.
“Terima kasih ya Tante,” jawabku sambil meremas payudara mereka masing-masing.